Dunia Internet, Tantangan Atau Ancaman ?



Oleh Prita Hendriana Wijayanti*



Dimuat di Ruang Publik Metropolis, Jawa Pos, Rabu, 27 Oktober 2010

Salah satu isu lokal yang dibahas dalam rembuk pendidikan yang berlangsung pada 11-12 Oktober lalu, yaitu pembahasan kasus akibat perkembangan dunia internet, seperti yang disampaikan Sahudi, Kepala Dispendik Surabaya (Jawa Pos, 8 Oktober 2010), bagi saya cukup mengejutkan.

Bagaimana tidak ? Media internet yang terdiri atas banyak varian konten, seperti world wide web (www), blog, mailing list (milis), email, search engine, dan juga situs social networking (Facebook, Twitter) dianggap begitu membahayakan dan seolah-olah dikategorikan sebagai jenis virus yang wajib dijauhi. Seperti yang diungkapkan olehnya, “Sekarang gejala media sosial networking kan membahayakan. Melalui Facebook saja, seorang siswa bisa diajak seseorang meninggalkan rumah dan sekolah.”

Padahal, jika kita mau menilai lebih proporsional, dampak yang ditimbulkan dunia internet tentu tak melulu dampak negatifsemata, namun banyak juga dampak positifnya. Jadi, sudah semestinya yang dibahas bukan hanya bertitik berat pada kasus, namun juga manfaat. Tak adil rasanya ketika para peserta didik (baca : siswa) harus dijejali dengan dampak negatif yang terus diulang-ulang dalam berbagai pemberitaan maupun pembicaraan. Mulai kasus pelajar yang kabur dari rumah, persoalan pornografi, hingga trafficking. Disadari atau tidak, jika isu yang berkembang tadi semakin disosialisasikan, ditambah dengan orang tua maupun guru di sekolah yang sebenarnhya juga tak begitu mengakrabi teknologi tersebut, bisa dibayangkan, anak-anak akan kebingungan dan makin penasaran dengan segala hal yang berbau larangan.

Seperti yang kita tahu, seperti banyak hal lain di dunia ini, teknologi juga bagai pisau bermata dua yang bermanfaat tidaknya tergantung pada penggunanya. Semua sumber daya yang terdapat dalam dunia internet, menurut De Wolk, 2001, menjadikan manusia sebagai pengendali informasi.

Ada baiknya kita melihat survei yang dilakukan Pew Internet & American Life Project (Jawa Pos, 14 Januari 2010). Dalam survei tersebut ditemukan fakta bahwa sekitar 21 juta pemuda usia 12-17 tahun (sekitar 87 persen diantara seluruh usia remaja) menggunakan internet. Sebanyak 78 persen (sekitar 16 juta siswa) mengatakan, mereka menggunakan internet di sekolah. Selain itu, survei menemukan, sebagian besar remaja percaya bahwa internet membantu mereka berbuat lebih baik di sekolah.

Berdasar survei di atas, para peneliti membuat suatu penelitian yang menyelidiki dampak penggunaan teknologi pada keterampilan berpikir yang lebih kompleks. Mereka meneliti kemampuan siswa memahami fenomena rumit, menganalisis berbagai sumber informasi, dan membangun representasi pengetahuan mereka. Penelitian menunjukkanbahwa teknologi komputer dapat mendukung pembelajaran. Hal itu sangat berguna untuk mengembangkan tingkat pemikiran yang lebih tinggi. Diantaranya, keterampilan berpikir kritis, analitis, dan penelitian ilmiah dengan melibatkan siswa.

Sudah semestinya kita dapat belajar sesuatu dan survei tersebut. Merupakan suatu tindakan yang tidak bijak apabila kita tidak bisa ikut menyosialisasikan dampak positif dunia internet, terutama bagi pelajar. Alangkah baiknya bila media internet dianggap sebagai tantangan, bukan ancaman. Dispendik bisa melengkapi materi atau bahasanyang ada dalam kurikulum mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi & Komunikasi) misalnya. Tapi tentu saja bukan dengan memercayakan mata pelajaran tersebut kepada guru yang hanya disiapkan ala kadarnya, dan hanya mampu mengajar secara teori. Sebab, sudah pasti, tantangan yang dihadapi dunia teknologi saat ini membutuhkan tenaga pengajar yang tidak sekadar mampu secara teoritis, namun juga praktis.

Pengajar harus mampu memahami dan menguasai teknologi komputer serta dunia internet dengan baik, termasuk merancang inovasi pembelajaran yang dapat menggali lebih jauh unsur kemanfaatannya. Tidak hanya guru TIK, lebih bagus lagi bila para guru yang lain juga bersinergi untuk merancang sistem pembelajaran yang berbasis penggunaan teknologi. Semisal, memberikan tugas sekolah yang sumbernya berdasar online searching, dan tugas tersebut dikirim melalui email. Membuat proyek blog pribadi yang dihubungkan dengan pelajaran tertentu juga bisa dilakukan.

Bahasan seperti cara menggunakan Facebook dengan positif juga bisa ditambahkan dalam mata pelajaran TIK. Caranya, siswa dan guru bisa bersimulasi dan mereplikasikannya dalam aktivitas sehari-hari.

Antara lain, menulis status yang mengandung semangat, motivasi, dan dukungan; saling berkirim pesan; dan membuat catatan yang dapat merangsang gairah diskusi. Menulis resensi buku atau membuat resume serta menulis cerita untuk pelajaran bahasa juga bisa di-publish dan di-upload di catatan Facebook. Kemudian, teman-teman sekelas dan guru yang memberikan tugas bisa ditandai (di-tag) dalam catatan tersebut supaya bisa ikut membaca dan saling memberikan komentar yang membangun untuk perbaikan karya berikutnya. 

Yang tak kalah penting, ajarkan pula sikap selektif dalam memilih teman, yaitu dengan mengamati info profil dan latar belakangnya, serta di lingkaran pertemanan siapa si teman tadi berasal. Bila dalam informasinya tak ada yang meragukan, tak perlu berprasangka buruk terlebih dahulu. Namun, perlu diingat juga penanaman pemahaman bahwa dunia maya bukanlah tempat yang tepat untuk memercayai dengan sepenuh hati teman yang benar-benar baru kita kenal.

Ya, banyak cara untuk menjadikan pembelajaran menjadi variatif dan menyenangkan. Dengan bagitu, siswa juga terlibat aktif, minat bacanya dengan menggunakan teknologi yang sedang populer bisa terangsang, dan terbiasa menggunakan media internet untuk hal-hal yang positif. Bukan sebaliknya, mendoktrin secara tidak langsung dengan banyak mengulang fakta yang muncul dari dampak negatifnya. Sebab, melakukan hal itu sama saja dengan menanam bom waktu yang siap meledak kapan saja. Dukungan sistem pendidikan, kebijakan pemerintah untuk melakukan sensor terhadap situs porno atau content berbahaya lainnya, juga peran orangtua dan guru mutlak diperlukan dalam hal ini.

*) Koordinator Insan Baca

Prita HW

6 komentar:

  1. kalo menurut saya tantangan atau ancaman dunia internet itu tergantung pemakainya Mbak :)

    saya justru bertemu suami lewat facebook :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul mbak, saya setuju banget. Apapun diciptakan kan memang ada pro kontranya. gemes sama guru2 yg menganggap ancaman, makanya jd nulis itu, hehe.. Wah, facebook in love yaa^^

      makasi udh mampir...

      Hapus
  2. keren mba tulisannya :D setuju :D teknologi ada manfaatnya juga kok, ngga hanya negatifnya..

    lebih baik siswa diedukasi memanfaatkan sisi positif teknologi, bukan diminta menjauhi karena ada dampak negatif.. mungkin diberi tahu dampak negatifnya, biar siap menghadpai tapi jangan sampai dilarang juga sih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes, bener banget.Makanya suka geregetan kalo ada guru yg ngelarang2, jangan2 gurunya yg takut dikepoin atau tersaingi ma murid2nya,hahaha.. tengs ya han udah liat2 lapak :)

      Hapus
  3. internet seperti pisau bermata dua.. di satu sisi banyak informasi yang bisa didapat tapi juga malah bisa terjadi penyalahgunaan jika mengakses ke situs-situs yang salah.. semua tergantung pribadi masing2.. PR orang tua utk mengawasi anak-anaknya dalam menggunakan juga nih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, kembali ke masing2 memang. Itu tulisan sebenernya mengkritisi guru yg kebanyakan ga available untuk peradaban sekarang, yg memang ya ga bs dipisahkan ma anak2 jaman sekarang ya..meski ya ga semua guru,hehe.. nah paralel dgn itu, ortu juga hrs berperan. Makasi ya udh mampir baca2^^

      Hapus